Kupandangi wajah yang terlihat sangat tenang dengan seulas senyum tipis. Kucium kening tanpa kerutan yang biasanya selalu tampak. Kening orang yang dulu berusaha untuk selalu mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya.
Seseorang dengan sigap merapikan kembali
penutup wajah Bapak. Sebentar lagi azan Asar, tubuh kaku berbalut kain kafan
putih itu harus segera dimakamkan. Seharusnya prosesi ini dilakukan setelah
Zuhur. Namun, masih menanti kedatangan anak pertama yang berpacu dengan waktu menebas perjalanan
yang ternyata tidak cukup dekat. Dan di pemakaman itulah aku terpaksa harus memuaskan diri untuk menatapnya terakhir kali.
"Tanahnya berlebih. Kita tepikan ke pinggir dulu."
Seseorang berkata lirih. Aku memandang
sekilas. Butuh dua orang lebih untuk melakukannya agar prosesi pembacaan yasin
dan doa segera dilaksanakan.
Alhamdulillah, semua berjalan dengan
lancar hingga aku berada di rumah yang sudah sangat ramai disesaki keluarga dan
tetangga. Wajah manis dan sesekali tertawa kecil menghiasi wajah menanggapi
mereka yang menyalami dan menyatakan belasungkawa. Entahlah, saat itu aku
seolah tampak biasa saja. Tidak ada ratapan kesedihan dan air mata yang
mengalir deras.
Mungkin karena prosesi pemakaman Bapak
berlangsung tanpa tragedi apapun. Mengingat banyak sekali hal-hal ajaib di luar
nalar manusia bisa saja terjadi di sana. Hal tersebut tak lain karena prilaku
jenazah semasa hidup.
Melihat kelancaran prosesi pemakaman
Bapak, musnah segala kekhawatiran yang mendominasi hati. Mengingat ia
menghembuskan napas terakhirnya saat tengah duduk santai memotong kayu di kebun
sawit miliknya. Duniawi sekali, dimana saat ini semakin banyak orang saleh meninggal di kala sujud menghadap Rabb-nya.
Seiring berjalannya waktu, semua tabir
kebaikannya terbuka begitu saja. Membuatku menyesal dan malu karena telah salah
menilai.
(Ar-Rahman: 60) هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula).
"Insya Allah Bapakmu sudah bahagia di
sana. Lihatlah tanah kuburannya yang banyak berlebih. Sebelum itu, Nenek
menyaksikan kuburan yang susah sekali ditimbun karena selalu kekurangan
tanah."
Aku terhenyak. Teringat adikku pernah bermimpi melihat kuburan Bapak yang dinaungi pepohonan rindang. Masya Allah. Aku mulai mengurai satu persatu kisah yang mungkin menjadi sebab
betapa Ia menghadap Rabb-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Insya Allah.
Apa yang sudah dilakukan lelaki yang padanya aku masih memendam setitik kebencian?
Menyenangkan Hati Ibunya
"Apa yang diminta Bou selalu dikasih
Bapak."
Ini jawaban ibu saat aku menanyakan kenapa
Bapak "mengajak" Bou, salah satu adik perempuannya. Belum genap sebulan, dan kami menerima dua
berita kemalangan beruntun.
Ibu melanjutkan penjelasannya bahwa ketika
masih gadis, sang adiklah yang selalu menemani ibu mereka di rumah. Apa yang
Bou pinta saat itu memang kebanyakan untuk kepentingan ibu mereka.
Aku jadi teringat bagaimana nenek yang seolah menunggu kehadiran Bapak terlebih dulu sebelum menghembuskan napas untuk terakhir kali.
Mengalah Demi Keluarga Besar
Banyak sekali gesekan-gesekan dalam
keluarga besar Bapak. Namun, ia selalu berperan sebagai penengah. Pun ketika
terlibat dalam suatu perkara pelik, ia selalu mengalah. Tentu saja tak lepas
dari persoalan keuangan dan warisan. Ia lebih memilih untuk memberi lebih
daripada harus bersitegang mempertahankan hak.
Menampung dan Menyekolahkan Kerabat
Kepala pusing yang dikeluhkan adik ipar
Bapak tentu saja aku tahu penyebabnya. Kesedihan luar biasa pasti mendera jiwanya.
Kebaikan-kebaikan Bapak bisa saja menyerang secara beruntun ingatannya. Berkat kebaikan Bapak,
ia bisa melanjutkan sekolah menengah atas dan kini sudah mereguk kebahagiaan
dengan bekerja di sebuah kantor pemerintahan.
Tolonglah Allah, maka Allah akan menolongmu kemudian.
Sebab kebaikan Bapak di kemudian hari, Allah mengirimkan istri
iparnya tersebut untuk menjadi solusi atas masalah keuangan anaknya. Padahal ia sudah tiada. Namun sungguh, kebaikan
itu menular.
Mengikhlaskan Hutang Tetangga
Waktu itu aku masih terlalu kecil untuk
memahami kalau Bapak baru melakukan kebaikan yang lain. Ibu hanya berkata
singkat, "Bapak mengikhlaskan 20 juta uangnya."
Saat itu yang aku tahu, tetangga yang
datang ke rumah itu baru saja kehilangan kepala keluarga mereka yang masih
mempunyai hutang dalam jumlah yang cukup besar pada Bapak. Mungkin, rasa empati
Bapak yang sangat besar membuatnya tanpa berpikir panjang merelakan sisa uang yang belum bisa dibayar oleh
keluarganya.
Mencukupi Kebutuhan Keluarga
"Namanya Bapak nyari duit untuk kita,
Kak."
Perkataan adikku tak ayal menyentak relung
hati manakala kami tengah membahas satu persoalan keluarga. Rasa
"dendam" terselubung pun langsung menguap meninggalkan penyesalan
yang tak bertepi.
Bapak memang selalu berusaha mencukupi
kebutuhan kami, terutama yang terkait dengan pendidikan.
"Bapak sampai rela berhutang untuk
kalian."
Terlintas kembali perkataan Ibu ketika
kami menziarahi kuburan Bapak untuk kedua kalinya.
Ah, betapa kekanak-kanakannya aku sehingga
tak mampu melihat segala kebaikannya padaku. Satu perbuatan buruk yang
dilakukannya mampu menutup kebaikan-kebaikannya yang tak berujung. Pun hingga
ia pergi meninggalkan kami selama-lamanya. Ia mewariskan kehidupan yang baik
bagi istri dan anak-anaknya.
Semakin luas jarak dan waktu yang
membentang memisahkan kami, semakin aku merasa begitu
kehilangan sosoknya. Lelaki yang padanya aku pernah menyimpan
"dendam."
Kini, kebaikan-kebaikannya selalu
menghantui keseharianku. Setiap malam Jumat tiba, hembusan rasa duka seolah
datang menyelimuti dan bermuara pada hadirnya Al-Fatihah dan Yasin di lisan.
Setiap melihat lelaki tua sedang bersusah payah dengan aktivitasnya, seketika
aku membayangkan kesusahan demi kesusahan Bapak demi menafkahi kami,
keluarganya.
Kemarin aku baru memberi selembar uang
biru kepada seorang bapak tua pengumpul sampah. Hatiku mendadak gerimis saat
melihatnya tengah repot memilah sampah-sampah yang telah ia kumpulkan dari
beberapa rumah sekitar.
Ya, Bapak telah berhasil menebar kebaikan
pada orang lain dan mewariskannya padaku. Kini saatnya aku
melanjutkannya, menebar dan selalu berusaha untuk terus menebar kebaikan. Ke siapapun,
sekecil apapun. Berharap, setiap pahala kebaikan yang kulakukan selalu mengalir
padanya.
Aku tahu, mungkin bekalnya sudah lebih dari cukup
untuk menghadap Rabb-nya. Namun, aku hanya ingin membaktikan
diri pada-Nya yang belum sempat aku lakukan saat fisiknya masih berada
di dunia.
Bagaimana caraku berbakti kepada Bapak?
Aku ingin sekali bisa secara rutin mengirimkan pahala sedekah padanya. Akan tetapi, aku hanya seorang ibu rumah
tangga yang memiliki keterbatasan dari segi finansial.
Akhirnya aku menemukan satu solusi terbaik. Ada Dompet Dhuafa yang memudahkanku untuk
menyalurkan donasi walau dengan nominal kecil. Hanya dengan uang sebesar
Rp10.000, aku sudah bisa melakukan donasi dengan pilihan jenis donasi infak/sedekah.
Aku berharap nantinya akan bisa
melakukan zakat dan
juga wakaf melalui Dompet Dhuafa. Cara donasinya cukup mudah. Aku hanya perlu
membuka situs resmi Dompet Dhuafa dan mengisi data seperti gambar di bawah
ini.
Aku memilih online payment (lihat: klik tanda panah hijau di gambar atas) karena saldo
rekeningku lagi kosong. Honor menulis yang baru saja dikirim melalui OVO aku akan sedekahkan seraya berdoa semoga pahalanya mengalir pada Bapak. Aamiin.
Semoga dalam waktu dekat, aku bisa berwakaf
produktif dan disalurkan melalui Dompet Dhuafa yang sudah berpengalaman
dalam menebar kebaikan hingga ke pelosok nusantara. Wakaf produktif inilah yang
akan mengalirkan pahala yang tak terputus untuk siapa yang kita niatkan
mendapatkannya.
Bismillah. Warisan kebaikan berbagi Bapak
akan terus aku lanjutkan. Inilah
caraku berbakti kini. Semoga kamu yang membaca tulisan ini dan bernasib sama
denganku juga begitu. Aamiin.
"Sedekah itu bukan untuk yang kaya, tetapi untuk yang mau"
"Tulisan ini diikutsertakan dalam
Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa"
Terimakasih untuk tulisannya yang sangat bagus dan menyentuh hati..
ReplyDeleteMa Syaa Allah tulisannya, inpiratif, menebar kebaikkan terus ya Kak
ReplyDeleteSemoga banyak orang di luar sana yg selalu sadar untuk berbuat baik yaa. Membantu sesama :)
ReplyDeleteT_T jadi inget Bapak yang sudah berpulang... Semoga kebaikan yang kita tebar sampai juga ke orang tua yang lebih dulu berpulang,, Aamiin
ReplyDeleteSemoga menang mbak kompetisinnya....Amiinnn :D
ReplyDelete